Kamis, 18 Juni 2015

Pasar Konsumen

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.        Latar Belakang
 Tujuan Pemasaran adalah untuk memenuhi dan memberikan kepuasan kepda kebutuhan dan keinginan konsumen. Perilaku Konsumen adalah study tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, membuat barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memberikan kepuasan kepada keinginan dan kebutuhan mereka. Memberikan kepuasan kepada konsumen memberikan clues untuk memperbaiki atau memperkenalkan produk atau jasa, menentukan harga, menetapkan jalur distribusi, merancang pesan, dan mengembangkan aktivitas pemasaran lainnya. Para marketer selalu mencari tren-tren yang muncul yang memberikan peluang-peluang pemasaran baru.

1.2.        Rumusan Masalah

1.    Apakah yang dimaksud dengan pasar konsumen?
2.    Apa sajakah model perilaku konsumen individu?
3.    Sebutkan factor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen individu
4.    Bagaimana proses-proses keputusan pembeli individu?

1.3.        Tujuan
1.    Mendefinisikan pasar konsumer dan mampu membuat model sederhana mengenai perilaku (konsumer) pembeli.
2.    Mengenal empat faktor penting/pokok yang mempengaruhi perilaku konsumer pembeli.
3.    Mendata dan memahami tipe-tipe perilaku penting keputusan pembelian dan tahap-tahap dalam proses keputusan pembeli.
4.    Menjelaskan proses-proses adopsi dan diffusi untuk produk-produk baru.















BAB II
PEMBAHASAN

2.1.         Pasar Konsumen
          Pasar atau konsumen dapat dibedakan menjadi dua golongan, yakni konsumen akhir (pasar konsumen) dan pasar bisnis (pasar industri). Dimana pasar konsumen adalah sekelompok pembeli yang membeli barang-barang untuk dikonsumsi dan bukannya untuk diproses lebih lanjut. Sedangkan pasar bisnis adalah pasar yang terdiri dari individu-individu atau organisasi yang membeli barang untuk diproses lagi menjadi barang lain dan kemudian dijual. Berdasarkan pengertian tersebut, sebagai contoh maka petani digolongkan kedalam pasar bisnis, sebab mereka membeli barang digunakan untuk diproses lebih lanjut menjadi barang-barang hasil pertanian.
2.2.        Model – Model Perilaku Konsumen
Umumnya perusahaan-perusahaan besar meneliti keputusan-keputusan pembelian konsumer dengan sangat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang konsumer beli, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, kapan mereka membeli, dan mengapa mereka membeli.
Marketer dapat mempelajari pembelian ini, tapi mempelajari tentang “The whys of consumer buyer behavior is not so easy”—karena jawaban dari pertanyaaan tersebut seringkali terpendam (terkunci) di dalam benak konsumer.
Memahami alam pikiran konsumer (the black box) bukanlah pekerjaan yang mudah. Seringkali konsumer sendiri tidak mengetahui dengan tepat apa yang mempengaruhi mengapa mereka membeli.  Sembilan puluh lima persen dari pemikiran, emosi dan pengetahuan (yang mendorong untuk melakukan pembelian) terjadi dalam pikiran bawah sadar, yaitu tanpa sadar, ini “berdasarkan temuan dari pakar perilaku konsumer.”
Pertanyaan pokok untuk marketer adalah: Bagaimana konsumer merespon terhadap beragam upaya marketing yang dilakukan perusahaan? Penjelasannya lihat pada Figure 5.1. Figure ini memperlihatkan bahwa marketing dan stimulan lainnya memasuki “the black box” konsumer dan menyebabkan respon-respon tertentu.
Marketing stimuli terdiri dari: product, price, place, and promotion
Model of buyer behavior

Buyer Responses

Product Choice
Brand Choice
Daeler Choice
Purchase Timing
Purchase Amount
 

Buyer’s Black Box

Buyer                       Buyer
Character                                Decision
Istic                         Process
 

Marketing and Other Stimuli
Marketing               Other
Product                    Economic               
Price                       Technological
Place                       Political
Promotion               Cultural
 


 




Stimulus lainnya termasuk kekuatan dan peristiwa-peristiwa penting di seputar (lingkungan) pembeli: ekonomi, teknologi, politik dan kultural. Semua input-input ini mempengaruhi (masuk) “the black box” pembeli, yang akhirnya berubah menjadi serangkaian respon-respon pembeli yang dapat diamati misalnya: pemilihan produk, pemilihan brand, pemilihan dealer, waktu pembelian, dan jumlah pembelian.
2.2.1  Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Individu
Pembelian konsumer dipengaruhi sangat kuat oleh karakteristik-karakteristik kultural, sosial, pribadi, dan psychologik, seperti yang terlihat pada Figure 5.2. Umumnya, marketer tidak dapat mengendalikan faktor-faktor tersebut di atas, tapi mereka harus memperhatikan hal-hal tersebut.
1.    Faktor Kultural / Budaya
Faktor-faktor kultural/budaya memberikan pengaruh luas dan dalam terhadap perilaku konsumer. Marketer perlu memahami peran yang diakibatkan oleh kultur, subkultur, dan kelas sosial pembeli. Faktor budaya mempunyai pengaruh yang luas dan mendalam pada konsumen, antara lain :
a.    Budaya ( Culture)
Adalah penyebab keinginan dan perilaku seseorang paling dasar. Setiap kelompok mempunyai budaya dan pengaruh budaya pada perilaku pembelian bias sangant bervariasi dari satu negara ke negara lain. Kegagalan menyesuaikan diri dengan perbedaan ini menghasilkan pemasaran yang tidak efektif atau kesalahan yang memalukan. Pemasar selalu berusaha menemukan perubahan budaya untuk menemukan produk baru yang mungkin di inginkan orang.
b.    Subbudaya (Subculture)
Masing-masing budaya mengandung subbudaya (subculture) yang lebih kecil, yaitu meliputi kebangsaan, kelompok ras, agama, dan daerah geografis. Contoh kelompok subbudaya :
Ø  Kelompok Hispanik
Kelompok Hispanik cenderung membeli produk yang lebih bermerek dan berkualitas tinggi, produk generic tidak laku dijual untuk kelompok ini. Mereka sangat setia pada merek dan mereka menyukai perusahaan yang memperlihatkan minat khusus kepada mereka.

Ø  Afrika – Amerika
Jika seandainya populasi warga African-American sebanyak 39 juta jiwa, menjadi sebuah negara terpisah, kekuatan pembeliannya senilai $.630 milyar setiap tahun, akan masuk rangking dalam 15 top di dunia. Populasi kulit hitam di U.S tumbuh dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Subkultur ini lebih sadar harga daripada segmen-segmen lain, orang-orang kulit hitam (“the black”) juga termotivasi kuat oleh kualitas dan seleksi.
Brand-brand adalah sesuatu yang penting, oleh karenanya shopping – konsumer kulit hitam menikmati shopping melebihi kelompok-kelompok lain, bahkan untuk hal-hal biasa seperti bahan makanan. Konsumer kulit hitam juga paling peduli fashion dibanding etnik lainnya. Pada tahun-tahun terakhir ini, banyak perusahaan yang mengembangkan produk-produk dan jasa-jasa, kemasan, dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan warga Africa-American.

Ø  Konsumen Asia – Amerika
Asian-American merupakan segmen demographic yang tumbuh tercepat dan paling makmur di U.S. Sekarang ini berjumlah lebih dari 12 juta jiwa, dengan pendapatan yang dibelanjakan mencapai $ 296 milyar per tahun. Chinese-Americans kelompok terbesar, diikuti Filipinos, Japanese- Americans, Asian-Indians, dan Korean-Americans. Populasi Asian- Americans di U.S diperkirakan melebihi 2 kali lipat pada tahun 2050, bila hal tersebut terjadi kurang lebih 9 % dari populasi U.S. Konsumer Asian kemungkinan menjadi segmen paling sadar teknologi – lebih dari satu per tiga melakukan pembelian melalui internet tahun lalu. Sebagai suatu komunitas, konsumer Asian belanjanya cukup sering dan yang paling peduli brand dibandingkan dari semua komunitas etnik. Menariknya lagi, mereka juga yang paling kurang loyal terhadap brand – mereka lebih sering berganti brand dibandingkan kelompok lain.
Karena daya beli yang tumbuh dengan cepat dari segmen ini, banyak perusahaan sekarang ini mentargetkan pasar Asian-Americans. Misalnya, Wal-Mart. Sekarang ini di salah satu storenya di Seatle, dimana populasi Asian-American mewakili lebih dari 13 % populasi, Wal-Mart menyediakan sejumlah besar CD dan video terpilih dari artis-artis Asia. Asian menyukai produk-produk kesehatan dan kecantikan, video-video pembelajaran untuk anak-anak yang manampilkan berbagai bahasa.

Ø  Konsumen Dewasa
Konsumen dewasa mempunyai keadaan keuangan yang lebih baik daripada kelompok konsumen muda. Karena konsumen dewasa mempunyai lebih banyak waktu dan uang, mereka menjadi pasar yang ideal bagi wisata eksotik, restoran, produk hiburan, rumah berteknologi tinggi, barang dan jasa untuk saat-saat santai, perabot dan mode pakaian desainer, jasa keuangan dan jasa perawatan kesehatan.
Keinginan mereka untuk kelihatan muda seperti perasaan mereka, juga membuat konsumer ini calon-calon (pembeli) yang bagus untuk produk-produk kosmetik dan perawatan pribadi, makanan sehat, produk-produk kebugaran, dan barang-barang lainnya yang mampu melawan pengaruh penuaan (combat the effects of aging).
Strategi terbaik ialah yang mendukung semangat mereka, yang hidup secara multidimensi.







2.    Faktor Sosial
Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti :

a.    Kelompok (Group)
Grup atau kelompok yaitu bisa terdiri dari dua orang atau lebih yang berinterkasi untuk mencapai tujuan individu atau tujuan-tujuan bersama.

Opinion leader ialah seseorang di dalam kelompok referensi yang karena keterampilan, pengetahuan, kepribadian, atau sifat-sifat khusus lainnya bisa mempengaruhi yang lainnya.
Banyak marketer berupaya untuk mengenali atau mengetahui “the opinion leaders” untuk kepentingan produk dan berusaha melakukan pemasaran langsung/direct marketing kepada mereka. Marketer menggunakan “buzz marketing” dengan atau bahkan menciptakan “opinion leaders” untuk menyebarkan dari mulut ke mulut (spread the word) mengenai brand-brand mereka.

b.    Keluarga (Family)
Anggota keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan telah diteliti secara ekstensif. Suami, istri dan anak-anak mempunyai peran dan pengaruh sendiri-sendiri dalam pembelian barang dan jasa yang berbeda.
Keterlibatan suami isteri sangat beragam dalam kategori produk dan tahap-tahap dalam proses pembelian. Peran-peran pembelian (buying roles) berubah dengan berkembangnya gaya-hidup konsumer. Di U.S, isteri secara tradisional menjadi agen pembeli utama untuk keluarga dalam hal produk-produk makanan, rumah tangga, dan pakaian. Tapi dengan 70 % wanita bekerja di luar rumah dan kesediaan suami untuk melakukan peran pembelian lebih banyak untuk kebutuhan keluarga, akibatnya terjadi perubahan. Dimana wanita  hampir 40 % mengendarai sendiri mobilnya, sekarang mempengaruhi lebih dari 80 % keputusan-keputusan pembelian mobil. Pria diperkirakan sekitar 40 % dalam hal belanja bahan makanan.
Secara keseluruhan, sekarang ini wanita hampir 85 % yang membuat keputusan-keputusan pembelian, dan membelanjakan $ 6 trillion setiap tahun. Perubahan-perubahan ini menyebabkan marketer yang biasanya menjual produk hanya kepada pria atau hanya kepada wanita, sekarang ini bisa terjadi sebaliknya.
Anak-anak juga mungkin mempunyai pengaruh kuat dalam hal keputusan-keputusan pembelian keluarga. Misalnya, anak seumur 6 tahun mungkin mempengaruhi keputusan membeli mobil keluarga.

c.    Peran dan Status
Yaitu posisi seseorang dalam masing-masing kelompok. Peran teridiri dar kegiatan yang digarapkan dilakukan seseorang sesuai dengan orang-orang disekitarnya.
Contoh berikut menjelaskan beragam peran yang dijalankan seorang Ibu Pekerja. Di perusahaan, dia menjalankan peran seorang “brand manager”; di keluarga, di menjalankan peran isteri dan ibu; pada kegiatan-kegiatan olah raga favorit, dia menjalankan peran sebagai penggemar berat. Sebagai seorang “brand manager”, dia akan membeli pakaian yang (sesuai) merefleksikan perannya dan statusnya di perusahaan.

3.    Faktor Pribadi
Keputusan-keputusan pembeli dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi, seperti usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian serta konsep diri.

a.    Usia dan Tahap Siklus Hidup
Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang hidup mereka. Pembelian juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga, tahap-tahap yang dilalui keluarga ketika mereka menjadi matang dengan berjalannya waktu. Pemasar sering mendefinisikan pasar sasaran merekea dengan tahap siklus hidup keluarga dan mengembangkan produk dan rencana pemasaran yang sesuai untuk setiap tahap itu.
Marketer seringkali menetapkan pasar-pasar target mereka dalam hubungan dengan tahap siklus hidup (life-cycle stage) dan mengembangkan produk-produk dan rencana-rencana marketing sesuai dengan masing-masing tahapan.  Sekarang marketer melayani sejumlah alternatif tahapan nontradisional seperti:  pasangan tanpa nikah, lajang, pasangan tanpa anak, pasangan sama sex, orang tua tunggal dan lain-lain.
Misalnya, Sony baru-baru ini merubah pendekatan marketing mereka agar target produk dan jasa ke konsumen berdasarkan atas tahapan kehidupan konsumen. Tindakan ini menghasilkan satu unit baru yang disebut “the Consumer Segment Marketing Division”, yang mengidentifikasi tujuh segmen tahap hidup, termasuk diantaranya Gen Y (under 25), Profesional Muda/DINKs (double income no kids antara 25 – 34 tahun); Famili (35 – 54 tahun), dan Zoomers (55 tahun ke atas).

b.    Pekerjaan
Pekerjaan sesorang berpengaruh terhadap barang-barang dan jasa yang dibeli.  Pekerja kasar (blue- collar workers) cenderung membeli pakaian kerja kasar (murah), sedangkan eksekutif membeli setelan bisnis.

c.    Situs Ekonomi
Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan  produk. Marketer untuk barang-barang yang sensitif terhadap income (income-sensitive goods) melihat trend dari pendapatan pribadi, tabungan, dan tingkat bunga. Jika indikator ekonomi mengarah ke resesi, marketer dapat melakukan langkah-langkah untuk mendisain ulang, reposisi dan penetapan harga ulang untuk produk-produknya.
Contoh, Rolex memposisikan jam tangan mewahnya sebagai “a tribute to elegance, and object of passion, a symbol for all time.”

d.    Gaya Hidup
Gaya hidup ialah pola hidup seseorang yang terekspresikan dalam psychographic: kegiatan-kegiatan, minat dan pikirannya.
Gaya hidup melihat sesuatu lebih daripada kelas sosial atau kepribadiaan seseorang. Gaya hidup menampilkan pola keseluruhan seseorang dalam hal tindakan dan interaksinya di dunianya.
Dari hasil riset telah dikembangkan klasifikasi gaya hidup yang paling luas digunakan yaitu The SRI Consulting’s Values and Lifestyles (VALS) Typology. VALS mengklasifikasikan orang-orang sesuai dengan bagaimana mereka menggunakan waktu dan uang mereka. VALS membagi konsumer menjadi delapan kelompok berdasarkan dimensi utama: motivasi primer dan sumberdaya.

Kecenderungan utama dari empat kelompok dengan sumberdaya besar yaitu:
Ø  Innovators: sukses, canggih, aktif, dan waspada diri. Kecenderungan pembelian mencerminkan selera seorang ahli untuk produk-produk berkelas.
Ø  Thinkers: dewasa, puas, nyaman, reflektif. Menyukai produk yang berdaya tahan lama, fungsional dan bernilai.
Ø  Achievers: sukses berorientasi karir dan pekerjaan. Menyenangi produk-produk yang bergengsi yang merefleksikan keberhasilan diri terutama dikalangan rekan-rekannya.
Ø  Experiences: Muda, energik, antusias, impulsif, dan berjiwa pemberontak. Membelanjakan pendapatannya dalam porsi besar untuk pakaian, makanan, film dan video. Dll.
Kecenderungan utama dari ke-empat kelompok berikutnya dengan sumberdaya yang terbatas yaitu:
Ø  Believers: konservatif, konvensional, dan tradisional. Menyukai produk-produk umum dan brand yang biasa-biasa saja.
Ø  Strivers: tidak pasti, tidak merasa aman, perlu persetujuan, terbatas. Menyukai produk-produk tiruan (meniru orang kaya).
Ø  Makers: praktis, berupaya sendiri/swadaya, tradisional, berorientasi keluarga. Menyenangi produk-produk yang praktis dan fungsional.
Ø  Survivors: orang-orang usia lanjut, pensiunan, pasif, penuh perhatian, terbatas sumber daya. Kelompok ini merupakan konsumen yang teliti dan setia pada brand-brand tertentu yang mereka sukai.

e.    Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian (personality) mengacu pada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respons yang relative konsisten dan tahan lama terhadap lingkungan orang itu sendiri. Kepribadian biasanya digambarkan dalam karakteristik perilaku seperti kepercayaan diri, kemampuan bersosialisasi, otonomi, cara mempertahankan dirir, kemampuan beradaptasi dan sikap agresif. Keperibadian dapat juga digunakan untuk menganalisa perilaku konsumen untuk produk atau merek tertentu. Kepribadian merek (brand personality) adalah bauran khusus karakteristik perilaku manusia yang dikaitkan dengan merek tertentu.
Misalnya, marketer minuman kopi menemukan bahwa peminum berat kopi cenderung tinggi dalam hal sosiabilitasnya. Karenanya untuk menarik kustomer, Starbucks dan Kedai-kedai kopi lainnya (coffehouse) menciptakan suasana lingkungan dimana orang-orang bisa rileks dan bergaul di samping secangkir kopi panas.
Anggapan bahwa brands juga memiliki personalitas dan bahwa konsumer lebih suka memilih brand-brand yang personalitasnya cocok dengan yang dimiliki konsumer. A brand personality adalah bauran sifat-sifat khusus manusia yang mungkin menghubungkannya dengan suatu brand tertentu.

Seorang peneliti mengidentifikasi lima sifat personalitas brand :
1.    Sincerity (down-to-earth, honest, wholesome, and cheerful),
2.    Excitement (daring, spirited, imaginative, and up-to-date),
3.    Competence (reliable, intelligent, and successful),
4.    Sophistication (upper class and charming),
5.    Ruggedness (outdoorsy and tough).

4.    Faktor Psikologi
Pilihan-pilihan seseorang untuk membeli, juga dipengaruhi oleh faktor psychologis, dalam hal ini ada empat faktor psychologis utama: motivasi (motivation), persepsi (perception), pembelajaran (learning), dan keyakinan (beliefs) serta sikap (attitudes).

1.    Motivasi
Kebutuhan menjadi motif ketika kebutuhan itu mencapai tingkat intensitas yang kuat. Motif (motive) / (dorongan) adalah kebutuhan dengan tekanan kuat yang mengarahkan seseorang mencari kepuasan
Kebutuhan menjadi motif ketika kebutuhan itu mencapai tingkat intensitas yang kuat. Motif (motive) / (dorongan) adalah kebutuhan dengan tekanan kuat yang mengarahkan seseorang mencari kepuasan. Ada dua teori motivasi manusia, yaitu :
a.       Teori Sigmun Freud yang mengasumsikan bahwa kebanyakan orang tidak sadar akan kekuatan psikologi sejati yang membentuk perilaku mereka. Teori ini juga menyatakan bahwa keputusan pembelian seseorang dipengaruhi oleh motif alam bawah sadar yang bahkan tidak dipahami sepenuhnya oleh pembeli.
b.      Teori Abraham Maslow berusaha menjelaskan mengapa orang digerakan oleh kebutuhan tertentu pada saat tertentu pula. Jawaban Maslow adalah bahwa kebutuhan manusia diatur dalam sebuah hierarki dari kebutuhan paling mendesak sampai kebutuhan yang tidak mendesak. Kebutuhan ini meliputi : kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.




Maslow’s Hierarchy of Needs

  Persepsi
Persepsi (perception) adalah proses dimana orang memilih, mengatur dan menginteprestasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia yang berarti. Orang dapat membentuk persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga proses perceptual ( berhubungan dengan rangsangan sensorik ) yaitu, perhatian selektif (selective attention), distorsi selektif (selective distortion), dan ingatan selektif (selective retention).
Ø  Selective attention  kecenderungan orang-orang untuk menyaring sebagian besar informasi yang mereka terima – berarti bahwa marketing harus bekerja keras khususnya untuk menarik perhatian konsumen.

Ø  Selective distortion menjelaskan kecenderungan orang-orang untuk menerjemahkan informasi dalam cara yang akan mendukung apa-apa yang mereka sudah yakini. Misalnya, jika anda tidak percaya pada satu perusahaan, anda mungkin tetap mempertanyakan (kebenaran) dari apa yang dinformasikan perusahaan tersebut, meskipun informasi ads perusahaan   bicara secara jujur. Untuk itu marketer harus berusaha memahami pola pikir (mind-sets) konsumer, dan bagaimana pola pikir tersebut akan mempengaruhi        interpretasi      terhadap ads dan informasi penjualan.
Ø  Selective retention  Konsumer mungkin mengingat hal-hal baik yang ada pada brand-brand yang mereka sukai dan melupakan hal-hal yang baik  dari brand-brand pesaing.  Karena  keterbukaan selektif (selective exposure), distorsi dan retensi selektif, maka marketer harus bekerja keras dalam menyampaikan (to deliver) pesan-pesan mereka. Fakta ini menjelaskan mengapa marketer menggunakan begitu banyak drama dan pengulangan dalam pengiriman pesan ke pasar mereka.


3.    Pembelajaran
Pembelajaran (learning) menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Pembelajaran terjadi melalui interaksi dorongan (drives), rangsangan, pertanda, respons dan penguatan. Arti penting teori pembelajaran yang praktis bagi pemasar adalah bahwa mereka dapat membangun permintaan untuk sebuah produk melalui pengasosiasikan dalam dorngan yang kuat, menggunakan pertanda motivasi dan memberikan penguatan yang positif.
Sebagai contoh, dorongan seseorang untuk mengaktualisasikan diri yang mungkin memotivasinya untuk melakukan pembelian kamera digital. Respon konsumer untuk ide membeli sebuah kamera dikondisikan oleh tanda-tanda sekitar berupa stimuli yang menentukan kapan, dimana, dan bagaimana seseorang merespon. Misalnya, seseorang melihat beberapa brand kamera yang dipamerkan sebuah toko, mendengarkan tawaran ada diskon khusus, atau diskusi dengan teman. Kesemuanya ini adalah isyarat atau tanda yang mempengaruhi konsumer untuk melakukan pembelian suatu produk.

4.    Keyakinan dan Sikap
Beliefs/keyakinan-keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dipertahankan seseorang atau yang dimiliki seseorang mengenai suatu hal. Keyakinan dapat berasal dari pengetahuan, opini, atau kepercayaan, dan mungkin saja mebawa an emotional charge.
Marketer berkepentingan dengan hal ini karena orang-orang memilih produk atau jasa tertentu dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinan yang membuat citra produk dan brand mempengaruhi perilaku pembelian.
Jika keyakinan-keyakinan tersebut salah sehingga menghambat pembelian, marketer harus berupaya melakukan kampanye untuk mengkoreksinya.
Orang-orang mempunyai attitudes/sikap/pendirian berkaitan dengan agama, politik, pakaian, musik, makanan dan lain-lain. Attitudes menjelaskan evaluasi-evaluasi, perasaan-perasaan, dan kecenderungan-kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu objek atau gagasan. Attitudes menempatkan orang-orang ke dalam suatu kerangka pemikiran mengenai hal-hal yang disukai atau tidak disukai, mendekati atau menjauhi. Attitudes sulit berubah. Attitudes seseorang cocok untuk suatu pola dan untuk merubahnya memerlukan penyesuaian-penyesuaian yang sulit dalam banyak hal.
Oleh karenanya perusahaan sebaiknya selalu berupaya untuk mencocokkan produk-produk-nya dengan attitudes yang ada (pada kustomer) daripada mencoba untuk merubah attitudes sesorang (kustomer). Tentu saja, ada kekecualian yaitu bila biaya-biaya untuk mencoba merubah attitudes dapat memberikan hasil/imbalan yang sepadan.
2.2.2.  JENIS-JENIS PERILAKU KEPUTUSAN PEMBELI
1.    Perilaku Pembelian Kompleks
Consumer melakukan “complex buying behavior” ketika mereka sangat terlibat dalam suatu pembelian dan merasakan perbedaan-perbedaan penting di antara brands. Biasanya konsumen akan sangat terlibat jika produk tersebut mahal, berisiko, jarang dibeli, dan sangat bersifat pribadi, khususnya ketika konsumer telah banyak mempelajari mengenai kategori produk.

2.    Perilaku Pembelian Pengurangan Disonansi
Hal ini terjadi bila konsumer sangat terlibat sewaktu akan membeli suatu produk yang: mahal, jarang, pembelian beresiko, tapi menemukan sedikit perbedaan di antara brands.

3.    Perilaku Pembelian Kebiasaan
Hal ini terjadi pada kondisi-kondisi dimana keterlibatan konsumer rendah dan perbedaan brand kurang begitu penting.
Untuk kasus ini, konsumer tidak perlu melakukan menyelidikan mendalam untuk mendapatkan informasi tentang brand, sifat-sifat, dan membuat keputusan-keputusan untuk memilih brand mana yanga dibeli. Malahan mereka menerima informasi secara pasif ketika mereka melihat ads di TV atau membacanya di majalah. Pengulangan ads menghasilkan kedekatan brand dari pada keyakinan terhadap brand. Sehingga proses pembelian yang melibatkan keyakinan brand dibentuk oleh pembelajaran pasif, kemudian diikuti perilaku pembelian yang mungkin ada atau tanpa evaluasi.

4.    Perilaku Pembelian Mencari Keragaman
Konsumer melakukan hal ini dalam situasi yang dicirikan keterlibatan rendah tapi persepsi perbedaan brand yang signifikan atau tinggi. Dalam hal ini, konsumer sering melakukan pergantian brand.
Pemimpin pasar akan mendorong “habitual buying behavior” dengan mendominasi ruang pamer, menjaga rak-rak penjualan dengan stok yang selalu penuh, dan melakukan ads berulang-ulang untuk mengingatkan.
Perusahaan penantang akan berusaha memacu agar konsumen mencari variasi atau selingan dengan produk baru atau yang berbeda dengan menawarkan harga-harga lebih murah, discount khusus, kupon, sample gratis, dan ads  yang menjelaskan alasan-alasan untuk mencoba sesuatu yang baru.
2.2.3.  Proses Keputusan Pembeli



1.    Pengenalan Kebutuhan (Need Recognition)
Proses membeli dimulai dengan mengenali kebutuhan/need recognition atau pengenalan: pembeli menetapkan suatu kebutuhan, kemudian kebutuhan tersebut dipicu oleh rangsangan internal sebagai bagian dari kebutuhan normal seseorang misalnya -- hunger, thirst, sex -- timbul pada tingkat yang cukup tinggi sehingga berubah menjadi suatu dorongan. Pendorong atau penggerak satu kebutuhan dapat juga dipicu oleh rangsangan eksternal.

2.    Pencarian Informasi (Information Search)
Tahapan ini, konsumer tergerak untuk menyelidiki lebih banyak dengan mencari  informasi. Konsumer mungkin sangat tertarik atau mungkin mencari informasi dengan aktif. Konsumer yang tertarik biasanya akan melakukan pencarian informasi lebih lanjut. Jika dorongan konsumen kuat dan produk tersebut memuaskan, dan ada didekat mereka (near at hand). Maka konsumer akan melakukan pembelian. Jika tidak konsumer dapat menyimpan kebutuhan akan produk tersebut dalam memori atau melakukan pencarian informasi lebih lanjut untuk kebutuhan produk tersebut.

3.    Evaluasi Alternatif (Evaluation of alternatives)
Bagaimana konsumer melakukan pemilihan diantara alternatif brands? Marketer perlu unutk mengetahui “alternatif evaluation”—yaitu bagaimana konsumer  memproses informasi untuk sampai pada pilihan-pilihan brand.
Masing-masing konsumer untuk sampai pada attitude yang mengarah ke brands akan berbeda, dalam hal beberapa prosedur evaluasi. Bagaimana melakukan evaluasi tergantung pada konsumer individual dan situasi pembelian tertentu.
Di beberapa kasus, konsumer menggunakan kalkulasi dengan cermat dan berpikir secara logik. Diwaktu yang lain, konsumer yang sama melakukan sedikit atau tanpa evaluasi; bahkan mereka membeli karena spontan dan tergantung pada intuisi. Oleh karena itu, tergantung bagaimana mereka membuat keputusan-keputusan dalam melakukan pembelian, terkadang mereka meminta masukan teman atau penasihat dari tenaga penjual atau sumber-sumber lain.
Dalam hal ini marketer sebaiknya mempelajari bagaimana pembeli mengevaluasi alternatif brand. Jika proses evaluasi yang terjadi dapat diketahui, marketer dapat melakukan langkah-langkah untuk mengetahui keputusan pembeli.

4.    Keputusan Pembelian (Purchase Decision)
Biasanya “purchase decision” konsumen akan membeli brand yang paling disukai meskipun ada dua faktor yang muncul dalam the purchase intention dan the purchase decision.
Faktor pertama, ialah the attitudes of others. Jika seseorang yang anda anggap penting mempengaruhi atau menyarankan bahwa anda sebaiknya membeli mobil dengan harga lebih murah, maka peluang-peluang anda untuk membeli mobil yang lebih mahal kemungkinan akan berkurang.
Faktor kedua  ialah unexpected situational factors.  Konsumer menetapkan purchase intention berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan, harga, dan manfat-manfaat produk yang diharapkan. Akan tetapi, kejadian-kejadian yang tidak diharapkan mungkin merubah the purchase intention tersebut.

5.    Perilaku Pasca Pembelian (Postpurchase Behavior)
Setelah membeli produk, konsumen akan merasa puas / tidak puas dan terlibat dalam perilaku pasca pembelian (postpurchase behavior) yang harus diperhatikan oleh pemasar. Hampir semua pembelian besar menghasilkan disonansi kognitif (cognitive dissonance) / ketidaknyamanan akibat konflik pascapembelian. Kepuasan pelanggan begitu penting karena kepuasan pelanggan merupakan kunci untuk membangun hubungan yang menguntungkan dengan konsumen untuk mempertahankan dan menumbuhkan konsumen serta mengumpulkan nilai seumur hidup pelanggan. Dengan mempelajari keseluruhan keputusan pembeli, pemasar mungkin dapat menemukan cara untuk membantu konsumen melalui keprihatinannya.
2.2.4.  PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN UNTUK PRODUK BARU
Produk baru (new product) adalah barang, jasa atau ide yang dianggap baru oleh sejumlah pelanggan potensial. Proses adopsi (adoption process) yaitu proses mental yang harus dilalui seseorang untuk mempelajari sebuah inovasi untuk pertama kalinya sampai proses akhir. Adopsi adalah keputusan seseorang untuk menjadi pengguna tetap sebuah produk.
Tahap – Tahap dalam proses adopsi :
1.    Kesadaran, konsumen menyadari adanya produk baru, tetapi kekurangan informasi tentang produk.
2.    Minat, konsumen mencari informasi tentang produk baru.
3.    Evaluasi, konsumen mempertimbangkan apakah mencoba produk baru tersebut adalah tindakan yang masuk akal.
4.    Mencoba, konsumen mencoba produk baru dalam skala kecil untuk meningkatkan estimasinya tentang nilai produk itu.
5.    Adopsi, konsumen memutuskan untuk memakai produk baru itu secara penuh dan teratur.

2.2.5.  Karakteristik Yang Mempengaruhi Produk Pada Tingkat Adopsi
Setiap orang sangat berbeda dalam kesiapannya untuk mencoba produk-produk baru. Ditiap jenis produk, ada “consumption pioneers” dan “early adoption.”. Individu-individu lainnya menerima produk-produk baru lebih lambat. Orang-orang dapat diklasifikasikan ke kategori-kategori adopter (the adopter categories), seperti yang diperlihatkan di Figure 5.8. Dimulai dari yang lambat (a slow start), kemudian sejumlah besar (meningkat) orang-orang yang mengadopsi produk baru. Jumlah adopter mencapai titik tertinggi dan kemudian turun hingga hanya sedikit yang tetap menjadi nonadopters. Inovator ditetapkan sebesar 2,5%, pembeli atau pengguna  pertama yang mengadopsi suatu ide baru (yaitu kelompok yang melebihi 2 standard deviasi dari rata-rata waktu adopsi).



Untitled-1 copy





The early adopters adalah yang berikutnya sebesar 13,5% (terletak antara satu dan dua standard deviasi); dan seterusnya.
Setiap kelompok dari ke lima tipe adaptor memiliki perbedaan nilai-nilai:
Ø  Inovator adalah orang-orang yang berani dan suka mengambil resiko – mereka mencoba ide – ide baru dengan beberapa resiko.

Ø  Pengguna Awal (Early adaptors) adalah orang-orang yang perlu dibimbing dengan penuh perhatian/hormat – mereka adalah oponion leaders di dalam masyarakatnya dan menerima ide-ide baru lebih awal tapi berhati-hati.

Ø  Mayoritas Awal (The early majority) adalah orang-orang yang tidak tergesa-gesa – umumnya orang-orang peragu/bersikap ragu-ragu – mereka menerima suatu inovasi hanya setelah mayoritas orang-orang telah mencoba atau memiliki.

Ø  Mayoritas Akhir (laggards) adalah orang-orang yang terpaku pada tradisi – mereka adalah orang-orang yang mencurigai perubahan-perubahan dan menerima inovasi hanya ketika hal-hal tersebut telah menjadi sesuatu yang mentradisi (it has become something of a tradition it self).
Klasifikasi adopter ini menyarankan bahwa suatu perusahaan yang menghasilkan produk inovatif (an innovating firm) sebaiknya melakukan riset karakteristik terhadap inovator dan early adaptors, dan sebaiknya melakukan “direct marketing” kepada kustomer-kustomer ini.
Pada umumnya inovator cenderung adalah orang-orang yang relatif muda, berpendidikan, dan berpendapatan lebih tinggi daripada “later adopters and nonadopters”. Mereka lebih mau menerima hal-hal yang kurang dikenal mengandalkan lebih kepada nilai-nilai dan pendapat mereka sendiri, dan lebih bersedia menanggung resiko. Mereka ini kurang loyal terhadap brand dan lebih menyukai mencari keuntungan dari promosi-promosi khusus seperti discount, kupon, dan sampel/contoh produk.



2.2.6  Perilaku Konsumen Internasional
Memahami perilaku konsumer cukup sulit bagi marketing perusahaan dalam batas-batas satu negara. Apalagi untuk perusahaan yang beroperasi dibanyak negara, pemahaman dan pelayanan kebutuhan-kebutuhan konsumer menjadi hal yang menghawatirkan dan menakutkan. Meskipun konsumer di negara-negara berbeda mempunyai beberapa hal umum yang sama, tapi nilai-nilai mereka, sikap-sikap, dan perilaku-perilaku sering kali sangat berbeda.
Marketer internasional harus memahami perbedaaan ini, dan bisa menyesuaikan produk-produk dan program-program marketingnya. Terkadang perbedaan-perbedaan tersebut begitu tampak/nyata. Misalnya : di U.S. dimana umumnya orang-orang makan sereal secara teratur untuk sarapan pagi. Kellogg memfokuskan marketingnya dengan membujuk konsumen memilih satu brand Kellogg daripada brand kompetitor. Di Prancis, dimana umumnya orang-orang lebih senang croissants dan kopi atau tidak sarapan sama sekali. Iklan Kellogg benar-benar berupaya meyakinkan orang-orang bahwa mereka sebaiknya makan sereal untuk sarapan pagi. Kemasan termasuk instruksi cara-cara bagaimana menyiapkan sereal. Di India, dimana banyak konsumen makan berat, makanan pagi yang digoreng (fried breakfasts) dan banyak konsumer melakukan ini sekaligus dengan makan siang; ads Kellogg berusaha meyakinkan pembeli untuk mengganti ke yang lebih ringan, lebih bergizi untuk diet makan pagi.
Marketer harus memutuskan sampai tingkat mana mereka akan menerima produk-produk dan program merketing mereka untuk memenuhi keunikan budaya dan kebutuhan konsumer diberagam pasar. Disatu pihak, mereka ingin menstandarisasi penawaran agar operasi-operasi disederhanakan dan mencari keuntungan dari biaya yang telah dikeluarkan. Di pihak lain, penyesuaian usaha marketing di tiap negara menyebabkan produk-produk dan program-program dapat diterima lebih baik dalam memuaskan kebutuhan konsumer lokal. Pertanyaan apakah melakukan adaptasi atau standarisasi bauran marketing melintasi pasar-pasar internasional menimbulkan perdebatan yang menarik akhir-akhir ini.






BAB III
KESIMPULAN

Pasar Konsumen adalah kelompok individual (perorangan maupun rumah tangga) yang membeli dan mengkonsumsi barang atau jasa untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya, tidak untuk maksud lain. Model perilaku pasar konsumen digambarkan dalam bentuk skema stimulus-respons model, yang menjelaskan mengenai karakteristik pembeli mempengaruhi bagaimana dia mempersepsikan dan bereaksi terhadap rangsangan serta proses pengambilan keputusan pembelian itu sendiri mempengaruhi perilaku pembeli.

Adapun karakterisitik yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu factor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Didalam pembelian suatu produk, terdapat suatu proses pengambilan keputusan yang biasa dihadapi oleh konsumen, meliputi pengenalan kebutuhan, kebutuhan informasi, evaluasi alternative, pengambilan keputusan, dan perilaku lanjut.

1 komentar:

  1. Kak, pasar konsumen penjualannya selalu berupa makanan minuman atau yg lain juga bisa?

    BalasHapus