KASUS KORUPSI DI INDONESIA

Nama Lengkap : Intan Tiara Permatasari
NIM : 43113120033
Fakultas : Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Manajemen
Universitas Mercu Buana
Jakarta
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu agenda reformasi yang dicanangkan oleh para
reformis adalah memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pada waktu
digulirkannya reformasi ada suatu keyakinan bahwa peraturan perundangan yang
dijadikan landasan landasan untuk memberantas korupsi dipandang tidak sesuai
lagi dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini tersebut dapat di lihat dalam
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/ MPR /
1998 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VIII / MPR/ 2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijaksanaan Pemberantasaan dan
Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan butir c konsideran Undang – undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dinyatakan
sebagai berikut : “Bahwa undang – undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan
Undang – undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga
diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi”.
Tapi dewasa ini masih banyak kasus korupsi yang
terjadi di Indonesia, bahkan korupsi tidak hanya terjadi di pusat pemerintahan
bahkan korupsi sudah terjadi di tingkat masyarakat. Seperti kasus korupsi yang
terjadi di Kabupaten Buleleng yaitu kasus suap proyek pembangunan
gedung PD.BPR.Bank Buleleng 45. Dimana yang menjadi terdakwa dalam kasus
ini adalah Made Sumanjaya, ST. Karena yang bersangkutan telah terbukti menerima
uang sebesar 75 juta rupiah dari pihak kontraktor yaitu Made Lanang Krisnayasa
agar PT Guna Nusantara perusahaan yang dipimpinnya bisa menang tender.
Kasus korupsi yang sudah sangat banyak terjadi di
Indonesia benar-benar sudah mencapai tahap mengkhawatirkan sehingga ditakutkan
nantinya korupsi akan menjadi budaya yang jelek di Indonesia. Maka dari itu
kami selaku pembuat makalah ini akan membahas salah satu kasus korupsi yang
terjadi Kabupaten Buleleng dan cara meminimalisirnya agar nantinya bisa berguna
untuk menyadarkan masyarakat sehingga kasus korupsi bisa diminimalisir.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Mengapa Made
Sumanjaya bisa melakukan kasus korupsi ?
2. Faktor apa yang
menjadi pendorong Made Sumanjaya melakukan tindak pidana korupsi ?
3. Apa yang
dilanggar, sehingga orang yang bersangkutan tersangkut kasus korupsi ?
4. Kaitankan dengan
etika dalam agama Hindu yang dilanggar oleh koruptor ?
5. Bagaimana
mengatasi atau meminimalisasi korupsi ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui
alasan MadeSumanjaya melakukan korupsi
2. Untuk mengetahui
faktor yang mendorong Made Sumanjaya melakuakan tindak pidana korupsi
3. Untuk mengetahui
peraturan yang dilanggar sehingga orang yang bersangkutan tersangkut masalah
korupsi
4. Untuk mengetahui
kaitan etika agama Hindu yang dilanggar koruptor
5. Untuk mengetahui
cara mengatasi dan meminimalisasi korupsi
1.4 Manfaat
Kegiatan
Agar
kita bisa mengambil hikmah dari kasus korupsi yang telah terjadi dan bisa
melakukan pencegahan di kemudian hari agar korupsi tidak terus berkembang dan
menjadi budaya di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam melihat hubungan antara korupsi, kekuasaan, dan
kejahatan korporasi dan birokrasi ini, akan dibahas pengertian beberapa
kerangka teoritik berikut.
2.1. Pengertian
Korupsi
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang
jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi
pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan
korupsi sebagi tingkah laku individu yang
Menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan
pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan
wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan
kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan
wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan
pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang
bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam
bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh
seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya
atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap
sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling
menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas
pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham
keuangan pribadi dengan masyarakat.
2.2 Jenis-Jenis
Korupsi
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat
dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud
dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
- Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau
perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-
Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang
yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999)
-
Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana
Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara
Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
-
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor
20 Tagun 2001)
-
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf
a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-
Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara
dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a
(Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional
Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat
(1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja
mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1)
huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-
Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja
menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut
(Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu
buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001)
-
Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan
sengaja menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai
barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan
di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan
orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
-
Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang :
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau
memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain
atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya. Padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f)
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima
pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada
dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah
negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya
bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau
baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk
seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
-
Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang
yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :
-
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi
nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun
2001)
-
Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia,
atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun
2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
-
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga
akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan
huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-
Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20
tahun 2001)
-
Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang
diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).
BAB III
METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang kami gunakan yaitu :
3.1 Metode
observasi
Melakukan observasi langsung mendatangi Kejari
(Kejaksaan negeri) Singaraja membahas tentang kasus suap pembangunan gedung PD.BPR.
Bank Buleleng 45.
Pelaksanaan Observasi :
Tempat : Jalan Dewi Sartika Singaraja
Waktu : 11.27 – 12.30 WITA
Anggota : Susri
Ramayanti (1213031003)
Tisna Dwija Putra (1213031028)
Erna Sukmayani (1213031033)
3.2 Metode
Wawancara
Dengan melakukan wawancara
langsung dengan narasumber yang bernama Eka Ilham
Ferdiadi, SH yang jabatannya sebagai penyiap bahan perkara
sehingga kamimendapat informasi tentang Kasus Suap Pembangunan
GedungPD.BPR.Bank Buleleng 45.
3.3 Metode
Kepustakaan
Kami mendapat berbagai informasi
lainnya mengenai kasus suap proyek pembangunan gedung dari
berbagai sumber media seperti majalah, surat kabar, internet,
dan lain-lainnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Alasan
Made Sumanjaya Melakukan Korupsi
Made
Sumanjaya melakukan korupsi karena dia ingin memperoleh uang yang akan
diberikan oleh Made Lanang Krisnayasa agar bisa memuluskan perusahaannya yaitu
PT Guns Karya Nusantara bisa menang tender dalam pembangunan proyek gedung PD.
BPR. Bank Buleleng 45 yang pimpinan proyek itu adalah Made Sumanjaya sendiri.
Awalnya Made Sumanjaya disuap 50 juta rupiah kemudian ditambah lagi 25 juta
rupiah sehingga total Made Sumanjaya menerima uang sebesar 75 juta rupiah. Made
Sumanjaya sebagai pemimpin proyek itu telah melakukan korupsi karena menerima
uang dari orang tertentu untuk membantu orang itu menang tender.
4.2 Faktor
yang Mendorong Made Sumanjaya Melakuakan Tindak Pidana Korupsi
Faktor
yang menjadi penyebab Made Sumanjaya melakukan tindak pidana korupsi dibagi
menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal dia melakukan korupsi yaitu :
Dalam dirinya telah dikuasai oleh nafsu akan harta
sehingga dia bisa dengan mudah menerima uang dari salah satu kontraktor.
Padahal dia sebagai pimpinan proyek harus benar-benar menyeleksi mana pihak
kontraktor baik untuk menggarap proyek tersebut.
Dia tidak memiliki rasa bersyukur dalam dirinya. Kita
tahu dia telah menjadi pimpinan proyek yang barang tentu dia telah mendapatkan
uang yang banyak tapi masih saja dia tergoda menerima uang dari orang lain ini
menandakan bahwa dia tidak mensyukuri apa yang telah dia miliki.
Faktor Eksternal dia melakukan korupsi yaitu :
Dia telah memanfaatkan jabatannya untuk berlaku
sewenang-wenang. Karena jabatannya tinggi seolah-olah dia bisa melakukan apa
saja termasuk menagih uang sebanyak-banyaknya untuk dia sendiri untuk
memuluskan salah satu kontraktor untuk memenangkan tender tersebut.
Dia juga telah terpengaruh dengan orang-orang yang
memiliki jabatan tinggi dan telah melakukan korupsi sebelumnya. Sehingga dia
tergoda untuk melakukan korupsi untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya.
Menurut Narasumber dari Kejaksaan Negeri Buleleng
pelaku juga memiliki pola hidup konsumtif sehingga dia membutuhkan uang banyak
untuk memenuhi kebutuhannya.
4.3 Peraturan
yang Dilanggar Sehingga Tersangkut Masalah Korupsi
Pasal
pertama yang dilanggar oleh Made Sumanjaya adalah pasal 12 A/31/1999
sebagaimana telah dirubah menjadi UU No. 20. Tahun. 2001 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi. Pasal kedua yang dilanggar Made Sumanjaya yaitu pasal 12
A/2001 dan pasal 12 B/2001. Yang dimana unsur bunyi pasal 12 A yaitu
:
1. Pegawai negeri
atau penyelenggara negara ialah seorang yang diangkat melalui SK pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMD (Badan Usaha
Milik Daerah), ataupun seseorang yang menerima gaji dari keuangan negara
2. Menerima hadiah
atau janji ialah menerima uang, benda bergerak, benda tidak bergerak, ataupun
lainnya baik itu berupa janji agar mendapatkan sesuatu yang dinginkannya
3. Menggerakkan
agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.
Kaitannya dengan pelaku yaitu dia selaku panitia
proyek melakukan cara yang tidak sesuai dengan peraturan guna memuluskan agar
dimenangkan oleh salah satu kontraktor.
Pasal 12 B unsur bunyinya yaitu :
1. Pegawai negeri
atau penyelenggara negara ialah seorang yang diangkat melalui SK pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMD (Badan
Usaha Milik Daerah), ataupun seseorang yang menerima gaji dari keuangan negara
2. Menerima hadiah
atau janji ialah menerima uang, benda bergerak, benda tidak bergerak, ataupun
lainnya baik itu berupa janji agar mendapatkan sesuatu yang dinginkannya.
3. Padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya.
Kaitannya dengan pelaku yaitu Made Sumanjaya patut
menduga uang yang diberikan dari I Made Lanang Krisnayasa ialah berupa suap
guna memuluskan proyek pembangunan bank. Sehingga dia terancam pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Tapi dalam
persidangannya di Pengadilan Negeri Singaraja yang dilakukan pada tanggal 30
Juli 2009 dia mendapat hukuman penjara selama 1 tahun dengan potongan
subsider/potongan kurungan selama 1 bulan. Yang sebelumnya telah dilakukan
penuntutan oleh Kejari Singaraja yaitu pada tanggal 6 Juli 2009. Saksi dalam
kasus ini adalah Made Lanang sendiri tapi kemudian status dia naik menjadi
tersangka.
4.4 Kaitan
Korupsi dengan Etika Agama Hindu
Dengan
dikaitkan dengan etika Agama Hindu Made Sumanjaya tidak bisa
mengendalikan nafsu Sad Ripu yang ada dalam dirinya terutama sifat Lobha yang
mana Lobha diartikan sebagai ingin selalu mendapatkan lebih. Ini bisa
dibuktikan dengan Made Sumanjaya yang masih tidak puas dengan uang yang dia
dapat sebagai pimpinan proyek sehiggga dia masih uang kepada kontraktor agar
perusahaan mereka bisa menang tender proyek pembangunan gedung PD.BPR.
Bank Buleleng
Dia
juga telah melanggar ajaran Tri Kaya Parisudha yang bagian Kayika Parisudha
yang artinya perbuatan baik dan benar. Perbuatan Made Sumanjaya telah merugikan
orang banyak untuk kepentingan dirinya sendiri.
Dia
juga juga terkena dampak negatif dari Sapta Timira yang bagian Dhana. Dhana
memiliki pengertian yaitu kekayaan. Kekayaan memang sangat berarti bagi semua
orang, tetapi dalam memperolehnya, jangan memakai cara yang melawan Dharma
(Adharma).
4.5 Cara
Mengatasi dan Meminimalisir Korupsi
Korupsi
merupakan penyakit akut Bangsa Indonesia yang sudah membuat sebagian besar
rakyat Indonesia menjadi menderita. Korupsi seolah-olah telah membudaya di
Indonesia, hal ini tentu harus dihilangkan agar nantinya korupsi di Indonesia
tidak semakin parah. Maka diperlukan suatu cara untuk mengatasi atau
meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi. Caranya yaitu :
1. Dengan
Menambahkan wawasan tentang korupsi dan hukum kepada masyarakat dengan lebih
gencar melakukan sosialisasi ke lapanagan maupun sosialisasi melalui media
massa sehingga diharapkan masyarakat bisa sadar akan apa itu korupsi dan
bagaimana cara melaporkannya ke aparat penegak hukum.
2. Menghindari
politisasi dan intervensi politik terhadap upaya hukum
penanganan korupsi. Hal ini strategis mengingat fenomena maraknya
korupsi di Indonesia juga sangat potensial dipolitisir oleh elite-elite politik
kita, sehingga kecenderungan terjadinya intervensi terhadap upaya penegakan
korupsi cukup dominan mewarnai pengadilan-pengadilan terhadap kasus-kasus
korupsi di Indonesia. Baik dilakukan oleh penguasa maupun dilakukan oleh para
elit politik kita. Dalam suasana euforia demokrasi dan reformasi seperti
sekarang ini, persoalan korupsi juga telah merebak dalam proses-proses politik
yang terjadi di Indonesia, baik di tingkat legislasi maupun dalam proses
politik yang lain, seperti suksesi. Maka menjadi sangat penting untuk
mengedepankan prinsip-prinsip etika politik karena telah tereduksir sedemikian
rupa yang lambat laun akan menjadi krisis etika politik, sehingga elit politik
tidak sadar lagi akan posisinya atas hak dan kewajiban yang harus ditanggungnya
sebagai konsekuensi dari kekuasaannya di dalam lembaga publik yang
juga berfungsi sebagai kepanjangan tangan dari masyarakat.
3. Melakukan
pembagian kekuasaan. Pembagian kekuasaan menjadi penting untuk menjaga
profesionalisme kelembagaan. Hal ini menjadi strategis untuk menjaga
independensi lembaga-lembaga tersebut khususnya dalam rangka pembuatan
kebijakan-kebijakan publik. Serta dalam rangka meminimalisir segala bentuk
intervensi kekuasaan, baik kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legeslatif. Pada
sisi lain pembagian kekuasaan dalam lembaga-lembaga tinggi negara baik
eksekutif, yudikatif dan legislatif menjadi penting untuk sama-sama menjalankan
fungsinya secara substantif dan prinsipiil. Serta melakukan pembagian kerja
dalam struktur pemerintahan secara profesional sesuai dengan pembidangan masing-masing.
Dengan tetap menempatkan fungsi pengawasan dan kontrol sebagai manifestasi dari
prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Pembagian kekuasaaan ini juga
strategis dalam rangka untuk mewujudkan profesional kelembagaan, khususnya KPK
sebagai lembaga yang berkompeten terhadap penanganan korupsi di Indonesia.
Selain itu penanggulangan secara berkelanjutan dengan kerjasama semua aparatur
penegak hukum, baik kepolisian, jaksa, hakim, MA dan pemerintah itu sendiri.
4. Meletakkan
persoalaan korupsi dalam perspektif sistem, khususnya sistem negara sebagaimana
yang diatur oleh konstitusi. Hal ini penting mengingat kejahatan korupsi adalah
crime against constitution, sehingga meletakkan penanganan korupsi dalam
konstitusi atau undang-undang menjadi satu langkah maju penanganan. Selain itu
persoalan korupsi menyangkut seluruh aspek dan sisi kehidupan rakyat dan
negara. Maka, dengan menempatkan persoalan korupsi sebagai persoalan sistem
maka langkah-langkah penanggulanganya tidak bisa dilakukan secara parsial.
Tetapi harus diikuti dengan langkah-langkah strategis dalam kerangka sistem
itu, yaitu melakukan perubahan konstitusi yang akan mengatur mekanisme
penanganan dan sanksi atas para koruptor. Baik dari sisi pembuatan kebijakan,
aparatur penegak hukum, seperti kepolisian, pengadilan (jaksa dan hakim),
masyarakat itu sendiri maupun lembaga-lembaga yang berkompeten dalam
pemberantasan korupsi yang dalam hal ini adalah KPK.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Made
Sumanjaya melakukan korupsi karena dia ingin memperoleh uang yang akan
diberikan oleh Made Lanang Krisnayasa agar bisa memuluskan perusahaannya yaitu
PT Guna Karya Nusantara bisa menang tender dalam pembangunan proyek gedung PD.
BPR. Bank Buleleng 45.
Faktor-faktor
penyebannya yaitu meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya
yaitu dia ingin memperoleh uang yang akan diberikan oleh Made Lanang Krisnayasa
agar bisa memuluskan perusahaannya yaitu PT Guns Karya Nusantara bisa menang
tender dalam pembangunan proyek gedung PD. BPR. Bank Buleleng 45. Sedangkan
faktor eksternalnya yaitu Dia telah terpengaruh dengan orang-orang yang
memiliki jabatan tinggi dan telah melakukan korupsi sebelumnya.
Dia
melanggar pasal 12 A/2001 dan pasal 12 B/2001. Sehingga dia terancam
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah). Tapi dalam persidangannya di Pengadilan Negeri Singaraja
yang dilakukan pada tanggal 30 Juli 2009 dia mendapat hukuman penjara selama 1
tahun dengan potongan subsider/potongan kurungan selama 1 bulan. Yang
sebelumnya telah dilakukan penuntutan oleh Kejari Singaraja yaitu pada tanggal
6 Juli 2009.
Jika
dikaitkan dengan agama hindu dia telah melanggar ajaran Tri Kaya Parisudha yang
bagian Kayika Parisudha yang artinya perbuatan baik dan benar. Perbuatan Made
Sumanjaya telah merugikan orang banyak untuk kepentingan dirinya sendiri. Dan
juga dia telah dipengaruhi oleh Sad Ripu yaitu bagian Lobha dan ajaran Sapta
Timira dia terkena dampak negatif dari Dhana.
Sedangkan
cara kita untuk meminimalisir korupsi kita harus
Menambahkan wawasan tentang korupsi dan hukum kepada
masyarakat dengan lebih gencar melakukan sosialisasi ke lapanagan maupun
sosialisasi melalui media massa. Menghindari politisasi dan intervensi politik
terhadap upaya hukum penanganan korupsi. Melakukan pembagian kekuasaan.
Meletakkan persoalaan korupsi dalam perspektif sistem, khususnya sistem negara
sebagaimana yang diatur oleh konstitusi.
5.2 Saran-Saran
Kita
harus lebih meningkatkan pengawasan dalam hal pengelolaan keuangan dan kalau
menemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi kita harus melaporkannya kepada
pihak yang berwajib. Juga pendidikan tentang korupsi harus diajarkan sejak dini
agar tercipta individu yang berkarakter, berakhlak dan takwa kepada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa.
DAFTAR PUSTAKA
-
Bali post online.2004. Cegah Korupsi Kolektif dengan Etika-
MoralitasHindu.Tersedia pada
-
Dreaming post. 2012. Mantan Bupati Buleleng Terancam 4 Tahun Penjara.http:// propinsibali.blogspot.com/2012/09/mantan-bupati-buleleng-terancam-4-tahun.html. Diakses pada 23 November 2012
-
Made Alone. 2009. Upaya MengatasiKorupsi.
Http: // lopzmade.blogspot.com/2009/06/upaya-mengatasi – korupsi.html . Diakses pada 23 November 2012
-
Natanews. 2012. Terkait Dugaan Korupsi Upah Pungut, Bagiada Segera
Diseret ke Pangadilan. http://beta.natanews.com/1939/ . Diakses pada 23 November 2012
-
Zikri Manshur. 2010. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya
Korupsi. Tersedia pada http://manshurzikri.wordpress.com/2010/12/14/faktor-faktor-yang-menyebabkan-terjadinya-korupsi-mengacu-kepada-kasus-korupsi-gayus-tambunan/ . Diakses pada 23 November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar